Kegiatan Pecinta Alam tidak selalu tentang adrenalin, juga tidak selalu tentang Penaklukan. Lebih luas dari itu, karena sejatinya kegiatan Pecinta Alam Bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk mereka dimana kegiatan itu dilakukan… 

Gua Pelindi

Mahasiswa Pecinta Alam SIGINJAI Universitas Jambi telah beberapa kali melakukan kegiatan ekspedisi di kawasan karst ini yakni pada tahun 2014 dan 2017. Ekspedisi ini merupakan upaya Mapala SIGINJAI Unja untuk inventarisasi potensi kekayaan alam Indonesia khususnya di Provinsi Jambi. Diharapkan ekspedisi ini dapat membawa manfaat untuk pengembangan potensi wisata di Kabupaten Sarolangun dan speleologi Indonesia.

Ekspedisi karst tahun 2018 ini merupakan pengembangan dari ekspedisi sebelumnya. Kali ini tim mengusung dua konsep yakni konsep eksokarst dan endokarst. Pada potensi endokarst tim memfokuskan pada pendataan sebaran mulut gua dan eksplorasi gua yang meliputi pemetaan bentukan lorong gua, pendataan ornamen, pendataan fauna, dan pendokumentasian. Sementara itu untuk eksokarst tim melakukan kegiatan pendataan flora yang unik atau termanfaatkan oleh masyarakat, uji kelayakan sumber air bersih, dan pendataan sosial masyarakat.

Dusun Napal Melintang, Desa Napal Melintang, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi merupakan salah satu dusun yang masuk dalam kawasan Bukit Bulan. Dusun Napal Melintang yang menjadi lokasi kegiatan adalah daerah paling ujung Provinsi Jambi, yang mana sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan.  Wilayah ini  diapit oleh tiga bukit yakni Bukit Bulan, Bukit Rajo, dan Bukit Celuk Tengah. Daerah bentang alam karst dengan luasnya 250 hektare ini mempunyai komponen geologi yang unik dan menyimpan nilai ilmiah. Hal tersebut yang membuat tim memilih kawasan karst ini sebagai destinasi penelitian.

Tim Ekspedisi Mapala SIGINJAI Unja

Kegiatan ini dimulai pada tanggal 23 maret 2018 dan berakhir pada tanggal 02 april 2018. Tim beranggotakan 8 orang, terdiri dari 5 orang tim pemetaan, 1 orang pendata fauna gua, 1 orang pendata ornamen dan dokumentasi dan 1 orang yang ditemani masyarakat desa sebagai pendata flora bukit rajo yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Selama 10 hari tim menginap di kaki Bukit Rajo yang sekarang telah dijadikan area perkebunan. Bukit Rajo menjadi lokasi sasaran kegiatan berdasarkan pada pertimbangan bahwa bukit ini selain paling luas juga menyimpan paling banyak potensi gua.

Lorong gua nan eksotik

Selama kegiatan, tim menemukan 15 gua yang belum terdata. Pendataan gua ini juga mengakhiri kegiatan pendataan sebaran mulut gua di Bukit Rajo yang telah dilakukan selama dua kali ekspedisi. Total gua yang tersebar di Bukit Rajo, Dusun Napal Melintang adalah 87 pintu gua dengan ratusan lorong. Dengan keterbatasan tim dan waktu yang dibutuhkan, tim hanya mampu mengeksplorasi dan memetakan 4 lorong gua selama kegiatan di lapangan. Empat gua tersebut adalah Gua Dalam Sajo, Gua Kedundung, Gua Mesiu, dan Gua Pelindi.

Gua Dalam Sajo

Gua yang pertama dieksplorasi adalah gua Dalam Sajo. gua Dalam Sajo memiliki mulut di cekungan yang runtuh (collapse doline) dan merupakan gua vertikal dengan kedalaman pitch 60 meter. Lorong gua ini berada di lereng bukit dengan kemiringan 28º. Butuh waktu sekitar 3 jam dari pemukiman Dusun Napal Melintang untuk bisa sampai ke mulut gua. Jalur menuju Gua Dalam Sajo melewati Sungai Ketari dan Sungai Taping yang merupakan jalur utama untuk mencapai beberapa gua. Sementara itu untuk mencapai mulut gua dibutuhkan tali pengaman karena harus menuruni bongkahan batu besar. Gua Dalam Sajo termasuk gua berair, aliran air dapat terdengar jelas ketika sampai di dasar gua. Beberapa ornamen yang menarik dari Gua Dalam Sajo adalah Flowstone dan Drapery. Ornamen tersebut masih terus tumbuh ditandai dengan munculnya tetasan air di permukaannya.

Ornamen di Gua Mesiu

Gua kedua adalah Gua Mesiu, gua yang paling populer di Dusun Napal Melintang ini adalah gua yang cukup luas dengan 3 pintu utama. Pada pintu utama gua yang berada disebelah kanan hanya berupa lorong horizontal. Tapi pada pintu kedua yang berada disebelah kiri merupakan kombinasi antara gua horizontal dan vertikal. Masing-masing pintu gua memiliki chamber yang luas nan eksotik. Meski memiliki banyak lorong yang variatif, Gua Mesiu hanya memiliki panjang sekitar 185,55 meter di pintu kanan dan 254,73 m di pintu kiri. Sementara itu untuk lorong vertikalnya memiliki kedalaman 8 meter. Gua Mesiu merupakan gua yang paling banyak dijumpai jenis ornamen diantaranya; Stalaktit, stalagmit, Flowstone, Coloumn, Pilar, Gourdam, Cauliflower, Rimstone, hingga Straw. Dari sekian banyak jenis ornamen tersebut, stalaktit lah yang paling mendominasi. Berdasarkan informasi ternyata gua mesiu tengah dicanangkan untuk menjadi cagar budaya.

Ornamen dan kondisi di lorong Gua Kedundung

Gua yang paling misterius yang dieksplorasi oleh tim adalah gua kedundung. Lokasi tidak terlalu jauh dari sungai ketari atau sekitar 35 menit dengan berjalan kaki dari pemukiman warga. Gua ini memiliki entrance vertikal dengan kemiringan 45º dan kedalaman 12 meter. Saat pertama kali menelusuri gua kedundung sekilas terlihat lorong gua ini seperti sumuran tanpa ada percabangan lorong. namun siapa sangka diantara tumpukan bongkahan batu, terdapat satu celah sempit yang menghantarkan kita pada chamber di lorong lainnya. Gua kedundung adalah gua yang memiliki chamber paling luas dan paling banyak diantara gua lainnya yang dieksplorasi oleh tim. Menariknya lagi terdapat satu kolam kecil yang berdiameter 3 meter di dalam gua ini dengan dikelilingi ornamen stalaktit dan stalagmit yang masih tumbuh.

Entrance Gua Kedundung

Gua terakhir yang dieksplorasi adalah Gua Pelindi. Jika berjalan kaki menelusuri sungai tombang, maka akan dijumpai aliran anakan sungai yang masyarakat menyebutnya sungai pelindi. Nama gua pelindi sendiri diambil dari aliran sungai yang keluar dari dalam gua tersebut. Gua Pelindi adalah satu-satunya gua dengan aliran sungai yang masih aktif karena sebagian besar dari Gua Pelindi adalah sungai. Butuh waktu perjalanan sekitar sekitar 30 menit dari desa menuju mulut gua. Banyak ornamen menarik yang menghiasi lorong-lorong gua. beberapa diantaranya adalah Flowstone, Rimstone, Stalaktit, Stalagmit, Marbel, dan Gourdam. Hanya ada lorong horizontal di gua ini, meski demikian untuk mengeksplorasi keseluruhan guanya beberapa diantaranya harus berjalan jongkok bahkan merayap.

Gua Pelindi

Kehidupan hewan di dalamnya

Gua sebagai sebuah ekosistem sekaligus menjadi habitat bagi berbagai macam jenis fauna dari yang bertulang belakang (Vertebrata) sampai yang tidak bertulang belakang (Invertebrata). Fauna bertulang belakang didominasi oleh Kelelawar, Burung Sriti, Burung Walet, dan Mamalia lain yang biasanya tinggal di sekitar mulut gua.

Family Rhaphidophoroidea yang sering dijumpai oleh tim

Pada ekspedisi kali ini tim menemukan 15 spesies fauna yang didominasi dari divisi anthropoda yang tersebar di tiga zona gua. Jangkrik gua atau Rhaphidophora sp. merupakan jenis yang paling banyak muncul di lorong-lorong gua. Jangkrik gua tentu berbeda dengan jangkrik pada umumnya, terutama pada organ tubuhnya yang telah beradaptasi dengan lingkungan gua. Rhaphidophora sp.  merupakan hewan troglophile yaitu kelompok hewan gua yang seluruh hidupnya dihabiskan di dalam gua, namun tidak tergantung sepenuhnya oleh lingkungan gua. Kelompok ini juga ditemukan di luar gua. Jangkrik gua memiliki peranan penting dalam ekosistem gua, Selanjutnya ada dari family Scutigeridae atau masyarakat biasa menyebutnya kelabang gua. Hewan ini sangat banyak dijumpai di zona gelap abadi gua. Selain itu, juga ada nama kalacemeti dari kelas Arachnida yang diikuti oleh kerabatnya yaitu kalajengking, kalacuka, laba-laba dan bangsa lain dalam kelas Arachnida. Sementara itu untuk Kelompok vertebrata yang dominan adalah kelelawar, sedangkan ular yang ditemukan adalah ular yang umum ditemukan hidup di dalam gua. Ular ini memangsa kelelawar atau burung yang terbang didekatnya.

Tumbuhan Ajaib

Tidak lengkap rasanya jika tidak menggali potensi tumbuhan yang tersebar di Bukit Rajo. Sebagai bagian dari keanekaragaman hayati tumbuhan bukit rajo tentulah memiliki nilai tersendiri. Pada pendataan tumbuhan kali ini, tim memfokuskan penggalian potensi tumbuhan berdasarkan manfaatnya bagi masyarakat dusun Napal Melintang. Tim mengajak serta satu orang warga lokal yang biasa mencari rotan di Bukit Rajo dan memahami beberapa jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat dusun Napal Melintang. Pengumpulan data terhadap tanaman yang termanfaatkan oleh masyarakat dusun Napal Melintang dilakukan secara survei dengan menggunakan metode eksplorasi di kawasan Bukit Rajo.

Pengambilan Sampel Tumbuhan

Ditemukan sebanyak 19 family yang terdiri atas 29 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat baik sebagai tanaman hias, obat-obatan, makanan, maupun sebagai perkakas bahan bangunan. Beberapa tanaman yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai perkakas bangunan atau perabot di antaranya, Tembesu, Temalun, Rotan Manau, Rotan Gedang, Rotan Tanah, dan Kelampai. Sementara itu untuk tanaman obat biasanya masyarakat Dusun Napal Melintang menggunakan tanaman dari family Aracaceae, Asteraceae, dan Fabaceae. Pada tanaman hias yang berhasil ditemukan lebih didominasi oleh tumbuhan dari family Orchidaceae. Kemudian tanaman seperti Manggis Hutan, Bambu, dan Campedak hutan digunakan sebagai pangan oleh masyarakat.

Air sebagai sumber kehidupan

Beberapa kawasan karst di Indonesia kebanyakan dihadapkan oleh satu permasalahan yaitu air bersih. Air sangat sulit dijumpai di kawasan karst karena dipengaruhi oleh bentukan bentang alamnya. Bahkan tidak jarang masyarakat harus masuk ke dalam gua untuk memperoleh air bersih. Berbeda halnya dengan masyarakat di Dusun Napal Melintang dengan sangat mudah mendapatkan Air bersih ditempat ini. Mulai dari sungai, sampai dengan sumber mata air. Pada umumnya masyarakat Dusun Napal Melintang menggunakan dua sumber mata air untuk kebutuhan mereka. Kedua sumber mata air yakni berada di tengah pemukiman warga dan di Sungai Limun yang berada di kaki Bukit Bulan.

Dari kedua sumber air bersih itu, tim Ekspedisi mengambil sampel dan menguji kelayakan sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat Dusun Napal Melintang. Hasil yang diperoleh berdasarkan parameter fisik, kimia, logam terlarut dan mikrobiologi dari sampel air diketahui bahwa sumber mata air dan air sungai limun termasuk dalam kategori air bersih dan layak konsumsi.

Potensi dan Peluangnya

Lorong vertikal di Gua Mesiu

Gua-gua yang terdapat di Napal Melintang mempunyai potensi yang cukup tinggi. Secara ekonomi gua-gua disini menghasilkan sarang burung yang cukup berkualitas dan dapat menambah ekonomi masyarakat. Namun sayangnya dari tahun ke tahun hasilnya semakin menurun dan hanya sedikit yang diperoleh. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh cara panen yang berlebihan sehingga mengganggu populasi dan keberadaan burung walet di dalam gua. Sehingga produksinya semakin menurun. Konon, beberapa gua disana bahkan bisa menghasilkan sampai ratusan kilo sarang burung setiap kali panen. Berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, banyak masyarakat mulai meninggalkan pekerjaan mereka sebagai pejaga sarang burung walet dan beralih profesi sebagai buruh tani atau ikut menambang emas. Untuk meningkatkan hasil panen kembali, perlu dilakukan upaya untuk menyelamatkan populasi walet dan mengurangi kemungkinan gangguan yang menyebabkan menghilangnya walet di kawasan ini.

Potensi tumbuhan juga bisa menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Tanaman hias, obat-obatan, dan tanaman bermanfaat lainnya yang sejatinya dapat dibudidayakan dengan bijak untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Sehingga bisa menjadi salah satu komoditas dari pertanian masyarakat Dusun Napal Melintang tanpa merusak ekosistem yang ada.

Potensi lain yang tidak kalah penting adalah potensi ekowisata. Tapi untuk saat ini Potensi tersebut hanya dapat dikembangkan dalam skala terbatas. Hal ini berkenaan dengan sulitnya mencapai lokasi desa dari ibu kota kecamatan atau kabupaten. Meski demikian hal ini tetap dapat menarik wisatawan yang tertantang untuk melakukan kegiatan petualangan minat khusus di daerah terpencil dengan keterbatasan listrik dan tidak ada sinyal komunikasi. Dalam hal ini, pemerintah memegang peranan penting untuk pengelolaan dan pengembangan potensi kawasan karst yang ada. Dengan memulai dari hal-hal yang terlihat seperti infrastruktur jalan, sarana komunikasi hingga fasilitas desa yang masih belum terpenuhi. Disamping itu, masyarakat juga sebagai pihak yang berdampingan langsung dengan kawasan karst agar dapat turut membantu dalam pengelolaan dan pengembangan dengan tetap berprinsip pada kelestarian dan keutuhan ekosistem didalamnya.

Potensi-potensi inilah yang perlu dikembangkan untuk menunjang usulan kawasan Bukit Bulan sebagai Kawasan Lindung Geologi. Sehingga keberlangsungan proses didalam ekosistem tetap terjaga dan sekaligus kehidupan masyarakat setempat dapat terjamin dengan melestarikan sekaligus memanfaatkan kekayaan yang ada disekitarnya.

Meskipun masih banyak langkah yang diperlukan untuk mencapai terwujudnya kawasan Bukit Bulan sesuai yang diharapkan. Namun eksplorasi gua ini sebagai langkah awal untuk memulainya. Semoga terwujudnya kelestarian ekosistem kawasan karst dapat menjaga keseimbangan ekosistem dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

 

Oleh : Wildan Suprian Syah (SGJ 200 PTS)
Editor : Azri Gunedi (SGJ 191 SNY)

Kategori: Kegiatan

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!